Seluas 150 hektare (ha) atau 70,75 persen dari total lahan pertanian organik di Indonesia belum bersertifikasi standar nasional Indonesia (SNI). Padahal, jika terbukti produk yang dijual tidak memenuhi kriteria pangan organik, pelaku usaha terancam sanksi kurungan hingga lima tahun.
"Dari 212 ha lahan pertanian organik, baru 62 ha atau 29 persen yang disertifikasi," kata Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Nus Nuzulia Ishak pada acara Seminar Hari Konsumen Nasional di Jakarta, Selasa (16/4).
Nus menegaskan, sertifikasi lahan pertanian pangan organik sangat penting karena dapat menjamin konsumen mendapat produk yang sebenarnya.
Menurut Nus, permintaan pangan organik terus mengalami kenaikan baik di Indonesia maupun di dunia. Sebagai gambaran, permintaan pangan organik di Amerika Serikat (AS) mengalami kenaikan 12 persen per tahunnya.
"Kenaikan ini dipicu gaya hidup sehat yang semakin meningkat di masyarakat, karena produk-produk pangan organik lebih ramah lingkungan dan kandungan nutrisi tinggi," jelas dia.
Sebagai gambaran, standar pangan yang bisa dikategorikasi sebagai produk organik sudah diatur melalui SNI 6729 Tahun 2010 oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Regulasi tersebut mengatur sistem pangan organik, seperti produksi, perlabelan, impor, serta sertifikasi.
Jika pangan organik yang dijual terbukti menyalahi aturan SNI 6729 Tahun 2010, pelaku usaha dapat dikenai sanksi yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 62, yakni hukuman penjara selama lima tahun atau denda Rp 2 miliar.
"Kalau pemilik usaha sudah mendeklarasikan produk yang dijual termasuk pangan organik, maka langsung bisa dikaitkan dengan UU Perlindungan Konsumen," tegas Nus.
Sertifikasi produk pangan organik, kata Nus, dilakukan oleh delapan lembaga sertifikasi organik (LSO), yakni PT Sucofindo Services, PT Mutuagung Lestari, PT LeSOS, LSO Persada, LSO SUMBAR, Inofice, Biocert, dan SDS. Selain itu, ada juga 11 lembaga sertifikasi asing.
Saat ini, ada sekitar 26 produk pangan organik yang telah disertifikasi, diantaranya kopi, mete, gula aren, kelapa, beras, kakao, bawang merah, mangga, dan manggis. "Lahan pertanian terbesar untuk pangan organik yang telah tersertifikasi adalah kopi dengan luas 29.157 ha, diikuti mete (12.252 ha) dan rempah-rempah (10.356 ha)" kata Direktur Mutu dan Standardisasi Kementerian Pertanian Gardjita Budi.
(Sumber: berita satu)
Topics: Berita
About Unknown

Hi there! I am Hung Duy and I am a true enthusiast in the areas of SEO and web design. In my personal life I spend time on photography, mountain climbing, snorkeling and dirt bike riding.
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Social Icons
Popular Posts
-
Oleh Hasanuddin Z. Arifin (bahan diolah dari...
-
Pakan hijauan sering menjadi masalah bagi peternak kambing...
-
Pada saat menghadapi beratnya cobaan hidup, sering muncul...
Categories Post
Arsip Blog
-
▼
2013
(32)
-
▼
Mei
(22)
- Sepuluh Tanda Orang Kaya
- Tetap Semangat dalam Meraih Impian
- Hijauan Terbatas, Bikin Pakan Fermentasi
- Memproduksi Bioaktivator Kompos
- Tips Menjalani Hidup Bahagia
- Prospek Bisnis Lele Cripsy
- Orang Bule Lebih Suka Produk Ramah Lingkungan
- Investasi Pertanian Organik Menjanjikan
- Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergara...
- Peluang Pasar Produk Organik Terus Meningkat
- Belajar Salak Organik dari Pak Niman
- Berhenti Kerja Sukses Jadi Juragan Jambu Biji
- Sukses Ekspor Beras Organik Dari Tasikmalaya
- Kisah Sukses Suroto: Semula Dicemooh, Lalu Ditiru
- Kegelisahan Ujang Sepulang dari Jepang
- Produk Organik Madrasah DIbeli Hotel Berbintang
- Bali Bangun Pusat Perdagangan Produk Organik
- Sekitar 70 Persen Lahan Pertanian Organik Berserti...
- Lahan Padi Organik di Padangpanjang Mencapai 315 H...
- Beras Organik Boyolali Diekspor ke Belgia
- Prospek Pertanian Organik
- Prinsip Pertanian Organik
-
▼
Mei
(22)
Tidak ada komentar: